Welcome to my blog

Kamis, 02 Juni 2011

INDONESIA DALAM DENTING SASANDO


Sasando , alat musik tradisional yang berasal dari Pulau Rote , Nusa Tenggara Timur, bisa dikatakan hampir tenggelam di tengah lalu lintas musik industri saat ini . Instrumen petik yang menjadi salah satu kekayaan bunyi yang penting di Nusantara itu nyaris tak didengar oleh khalayak di negeri sendiri .
          Sasando dari sisi bahan memang terkesan sederhana . Sasando tradisional menggunakan sembilan dawai yang terpasang pada tabung bambu . Itulah mengapa ia digolongkan jenis tube – zither/ siter tabung . Sebagai resonator , digunakan daun lontar muda yang ditangkupkan sehingga membentuk rongga setengah lingkaran . Alat itu dimainkan dengan cara dipangku dan dipetik dengan jari – jari kedua tangan .
          Dalam khazanah bunyi di Nusantara , sasando termasuk instrumen unik . Instrumen dengan sistem tangga nada heksatonik atau enam nada ini mempunyai gaya melodi yang terdengar lain dibandingkan dengan musik lain di Indonesia .
          "Melodinya menggunakan gaya menurun ke bawah , descending movement , yang mengingatkan pada gaya Afrika . Ini unik untuk Indonesia . Perlu didengar dan diapresiasi," kata etnomusikolog Rizaldi Siagian tentang sasando dan komposisi tradisional .
          Siter tabung serupa sasando dijumpai di Asia Tenggara , seperti Filipina,Vietnam, dan Malaysia – negara – negara yang banyak menghasilkan bambu . Sejumlah tempat di Indonesia juga mengenal alat musik petik serupa sasando . Di Mandailing dikenal gondang bulu , sedangkan di Karo terdapat keteng-keteng .
          " Perbedaannya dengan sasando, gondang bulu dan keteng-keteng berfungsi ritmik , bukan melodik ," kata Rizaldi .
          Dalam tata pergaulan internasional di masa lalu, sasando bahkan pernah berpengaruh sampai ke Madagaskar . Negeri itu juga mengenal alat musik petik serupa sasando yang disebut valiha yang dijadikan alat musik nasional Madagaskar .
***
          Sasando menjadi bagian dari hidup keseharian Hendrik Pah (59), seniman sekaligus pembuat sasando asal Rote yang kini tinggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur ( NTT ). Bersama rekannya, Nane Messakh, Hendrik akan memainkan sasando dalam pergelaran Megalitikum-Kuantum yang digelar untuk memperingati 40 tahun harian kompas .
          Hendrik tinggal jauh dari hiruk-pikuk kota besar , di Desa Oebelo , Kecamatan Kupang Tengah, NTT. Rumah berlantai tanah itu berdinding pelepah daun londar . Atap rumah terbuat dari daun pohon lontar . Bahan dasar rumah itu tak jauh beda dengan bahan dasar alat musik sasando yang menggunakan daun lontar sebagai pembentuk rongga resonator. Di halaman belakang rumah terdapat peranti untuk membuat sasando. Hendrik menggunakan teknologi bersahaja untuk membubut kayu yang digunakan sebagai penambat tali sasando. Dari kehidupan yang serba sederhana itulah hendrik membuat dan memainkan sasando yang secara turun-temurun diajarkan leluhurnya di kampung halaman di Pulau Rote. Keluarga besar Pah memang termasuk keturunan seniman sasando yang cukup dikenal di NTT,terutama di sekitar Kupang. Ia bermain dari desa ke desa memenuhi panggilan orang yang mengadakan upacara,mulai dari kelahiran,perkawinan,sampai kematian.
          Hendrik seperti menyanyikan kehidupan dengan sasando dan lagunya. Siklus hidup manusia, mulai dari lahir, kawin,sampai mati itu tadi ia rayakan dengan sasando dan syair. Suatu malam di Kupang, Hendrik dan Nane berduet memainkan sasando sambil melantunkan syair-syair tentang kehidupan,tentang kematian. Bagi yang telanjur terpola dengan tata bunyi musik pop, nyanyian sasando Hendrik dan kawan-kawan itu mungkin akan terdengar aneh, tapi itulah sepotong wajah Indonesia, yang terlupakan.
          Sasando dalam perkembangannya harus berhadapan dengan perubahan zaman. Di masa lalu ei atau dawai sasando terbuat dari sayatan kulit bambu. Ada pula yang membuat dawai dari daun gewang. Zaman telah berganti dan serat-serat kawat kopling sepeda motorpun dijadikan tali sasando. Ada pula yang memilih menggunakan dawai gitar.
          Sasando juga diajak untuk masuk dalam wilayah kultur pop. Zakarias Ndaong(27),pemilik kios kecil Dalek Esa,di Jalan Timor,Oesapa,Kupang,dengan terampil membawakan lagu-lagu pop seperti " I Have a Dream" dari ABBA yang belakangan dipopulerkan oleh boyband Westlife. Zakarias tampak bangga memainkan sasando lipat itu di depan para tamu yang mengunjungi kiosnya. Ia juga memainkan lagu " Chiquitita", "Mother How Are You Today", dan "Kokoronotomo". Rupanya,sasando juga mengikuti perkembangan musik pop. Setidaknya,Zakarias juga siap memainkan lagu Sheila on 7 sampai lagu Peterpan " Ada Apa Denganmu" yang tengah populer.
          Agar dapat digunakan untuk memainkan " I Have a Dream " , " Kokoronotomo" , atau " Ada Apa Denganmu" itu, maka sasando harus distem dengan titi nada diatonis. Menurut Zakarias, yang paling banyak dibeli orang adalah sasando diatonis. Agar bisa bersaing dengan gemuruh zaman, sasando pun dibuat bersi elektronis yang dilengkapi dengan perangkat spool layaknya gitar listrik.  Untuk versi elektrik itu, sasando telah menanggalkan resonator lontarnya.
          Demi kepraktisannya, muncullah kemudian sasando lipat. Tangkupan daun lontar pada sasando bisa dilipat seperti bilah-bilah kipas yang bisa ditutup rapi. Begitulah sasando disesuaikan dengan gaya hidup kaum urban yang serba praktis yang menciptakan segala sesuatu serba portable , gampang dijinjing dan tidak memakan tempat. Sasando yang berubah boleh jadi menjadi pantulan wajah bangsa yang berubah. Semoga dentingnya masih sempat didengar oleh bangsa yang seperti sedang belajar mengingat kembali wajah sendiri ini .  
                             Disadur dari : http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/05/utama/1793735.htm
Pertanyaan :
  1. Bagaimana perkembangan alat musik sasando di tengah gemuruhnya serbuan musik Barat...? 
Sasando tidak mau ketinggalan dan tetap mengikuti perkembangan musik pop, sebab Sasando juga diajak untuk masuk dalam wilayah kultur pop. Zakarias Ndaong(27),pemilik kios kecil Dalek Esa,di Jalan Timor,Oesapa,Kupang,dengan terampil membawakan lagu-lagu pop seperti " I Have a Dream" dari ABBA yang belakangan dipopulerkan oleh boyband Westlife. Zakarias tampak bangga memainkan sasando lipat itu di depan para tamu yang mengunjungi kiosnya. Ia juga memainkan lagu " Chiquitita", "Mother How Are You Today", dan "Kokoronotomo"
      2.    Bagaimana pendapatmu tentang " Inovasi " terhadap sasando...?
Dari satu sisi bagus dan saya setuju, karena dengana danya inovasi pada alat musik Sasando seperti adanya versi elektrik dan bisa di steam dengan titi nada diatonis , maka semakin banyak orang yang menyukainya , tetapi dilain sisi saya kurang setuju dengan inovasi yang harus meninggalkan resonator pada sasando , sebab dengan resonator itu merupakan ciri sasando ini . 
     3.  "Denting sasando nyaris tak terdengar oleh khalayak di negeri sendiri". Menurutmu, benarkah hal ini dan mengapa penulis artikel berpendapat demikian ? 
Menurut saya benar dan saya setuju. Karena sebagaimana kita diketahui alat musik sasando ini hanya dikenal oleh sebagian kecil masyarakat NTT . Sedangkan di negeri asalnya , alat musik sasando ini hanya dikenal sedikit orang apalagi masyarakat lain selain NTT. selain itu anak muda sekarang lebih memilih musik modern ketimbang sasando ini.
 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger